Selasa, 02 April 2013


Sejarah Indonesia

ah Indonesia

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (19661998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.

Prasejarah 

Replika tempurung kepala manusia Jawa yang pertama kali ditemukan di Sangiran
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1] di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.

Era pra kolonial

Sejarah awal

Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).

Kerajaan Hindu-Buda 

Prasasti Tugu peninggalan Raja Purnawarman dari Taruma
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Kerajaan Islam

Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.

Era kolonial

Kolonisasi Portugis dan Spanyol

Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.

Perlawanan Rakyat terhadap Portugis

Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.

Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis

Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.

Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis

Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.

Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis

Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.

Garis waktu kolonialisasi

Kolonialisasi Spanyol

  • 1521 Spanyol memulai petualangannya di Sulawesi Utara
    • 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
    • 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
    • 1646 Spanyol di usir dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali Minahasa tapi gagal, terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.

Kolonialisasi Portugis

1509 - 1520

  • 1512 Perjalanan ekspedisi De Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru dan Banda.
    • Dua kapal rusak di Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
  • 1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).

1521 – 1530

  • 1522
    • Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
    • Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
    • Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
    • Sisa-sisa ekspedisi Magelhaens berkeliling dunia mengunjungi Timor.
    • Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
  • 1523
    • Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
  • 1524
    • Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran dan persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
    • Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatera Utara.
  • 1525
    • Hasanuddin (dari Banten}, anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
  • 1526
    • Portugis membangun benteng pertama di Timor.
  • 1527
    • Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
    • Demak merebut Tuban.
    • Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahillah mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai dengan kekeliruan ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon) Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
    • Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
    • Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
  • 1529
    • Demak menaklukkan Madiun.
    • Raja-raja Spanyol dan Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
  • 1530
    • Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
    • Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
    • Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
    • Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.

1531 – 1540

  • 1539
    • Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.

1541 – 1550

  • 1545
    • Demak menaklukkan Malang. Gowa membangun benteng di Ujung Pandang.
  • 1547
    • Aceh menyerang Melaka.
  • 1550
    • Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.

Kolonisasi VOC

Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.

Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

Kolonisasi pemerintah Belanda

Setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) jatuh bangkrut dan dibubarkan pada akhir abad ke-18, tepatnya adalah pada tahun 1798 dan setelah kekuasaan Kerajaan Inggris yang pendek di bawah Gubernur-Jenderal Thomas Stamford Bingley Raffles, pemerintah Kerajaan Belanda kemudian mengambil alih kepemilikan VOC dan Hindia-Belanda pada tahun 1816. Sejak saat itu, pemerintah Kerajaan Belanda berkuasa dan berdaulat penuh atas wilayah Hindia-Belanda yang tertulis dalam Undang-Undang Kerajaan Belanda tahun 1814 dan diamandemen tahun 1848, 1872, dan 1922 menurut perkembangan wilayah Hindia-Belanda.
Sebuah pemberontakan di Jawa, yang terkenal dengan Perang Diponegoro, berhasil ditumpas pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.

Gerakan nasionalisme

Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.

Perang Dunia II

Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.

Era kemerdekaan

Proklamasi kemerdekaan

Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

Perang kemerdekaan

!
Teks Proklamasi
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.

Demokrasi parlementer

Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.

Demokrasi Terpimpin

Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).

Gerakan 30 September

Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.

Era Orde Baru

Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Irian Jaya

Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.

Timor Timur

Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.


Tempat Pariwisata di Indonesia















































Candi Candi di INDONESIA





















Sejarah Candi-Candi Di Indonesia

DATA CANDI
Peninggalan bangunan kuna yang terbuat dari susunan batu berbentuk Candi umumnya terbagi menjadi dua ragam, yaitu: ragam Jawa Tengah dan ragam jaawa Timur. Ciri-ciri ragam Jawa Tengah ialah: bentuk bangunannya tambun, atasnya berundak-undak, puncak berbentuk ratna atau stupa, gawang pintu dan relug berhias Kalamakara, reliefnya timbul agak tinggi berlukiskan naturalis, letak candi di tengah halaman, menghadap ke timur, dan terbuat dari batu andesit.
Ciri-ciri ragam Jawa Timur, ialah: bentuk bangunan ramping, atapnya merupakan perpaduan tingkatan, puncak berbentuk kubus, makara tidak ada, relief timbul sedikit dengan lukisan simbolis menyerupai wayang kulit, letak candi di belakang halaman, menghadap ke barat, kebanyakan terbuat dari bata.
Candi Brahma
Nama candi di kompleks Candi Prambanan, terletak di sebelah selatan Candi Siwa. Didalamnya terdapat patung Brahma yang berkepala empat sebagai dewa pencipta alam. Dibawah patung Brahma terdapat sebuah sumur. Pada setiap dinding kamar candi terdapat batu yang menonjol yang berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu.
Candi Asu
Nama candi yang terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, kabupaten magelang, propinsi Jawa tengah. Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung. Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya. Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing’. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi. Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).
Candi Mendut
Candi Mendut merupakan candi kedua terbesar di daerah Kudu setelah Barabudur. Candi ini terletak di desa Mendut, Mungkid, Magelang, berjarak sekitar 38 km ke arah barat laut kota Yogyakarta dan 3 km dari Candi Barabudur. Candi mendut bersifat Budhistis dan terkait erat dengan Candi Borobudur serta Candi Pawon. Bahkan ketiga candi tersebut merupakan suatu kesatuan dan berada dalam satu garis lurus.
Candi Mendut juga tidak diketahui secara pasti tahun pembangunannya dan raja yang berkuasa saat itu. Namun J.G. de Casparis dalam disertasinya menghubungkan Candi Mendut dengan raja Indra, salah seorang raja keturunan Sailendra. Sebuah prasasti yang ditemukan di desa karangtengah berangka tahun 824 M yang dikeluarkan raja Sailendra lainnya yaitu Samarattungga, menyebutkan bahwa raja Indra ayah Samarattungga telah membangun sebuah bangunan suci bernama Venuvana (hutan bambu). Jika pendapat Casparis ini benar, maka Candi Mendut didirikan sekitar tahun 8000 M juga. Data lain yang dapat digunakan sebagai pertanggalan Candi mendut adalah ditemukannya tulisan pendek (bagian dari mantra Budhis) yang diduga berasal dari bagian atas pintu masuk.
Dari segi paleografis tulisan tersebut ada persamaan dengan tulisan-tulisan pendek pada relief Karmawibhangga di Candi Barabudur sehingga diduga Candi Mendut sezaman dengan Barabudur dan mungkin lebih tua.
Pada tahun 1834 Candi Mendut mulai mendapat perhatian meskipun mengalami nasib yang sama dengan candi-candi lainnya, yaitu dalam kondisi runtuh dan hancur. Hartman, seorang residen Kedu saat itu mulai memperhatikan Candi Mendut. Dalam tahun 1897 dilakukan persiapan-persiapan untuk pemugaran. Dari tahun 1901-1907 J.L.A. Brandes melangkah lebih maju dan berusaha merestorasi Candi Mendut dan kemudian tahun 1908 dilanjutkan oleh Van Erp meskipun tidak berhasil merekonstruksi secara lengkap.
J.G. de Casparis berpendapat bahwa Candi Mendutdibangun untuk memuliakan leluhur-leluhur Sailendra. Di bilik utama candi ini terdapat 3 buah arca yang menurut para ahli arca-arca tersebut diidentifikasi sebagai Cakyamuni yang diapit oleh Bodhisatwa, Lokeswara dan Bajrapani. Dalam kitab Sang Hyang Kamahayanikan disebutkan bahwa realitas yang tertinggi (advaya) memanifestasikan dirinya dalam 3 dewa (Jina) yaitu : Cakyamuni, Lokesvara, dan Bajrapani. Sebagai candi yang bersifat Budhistist, relief-relief di Candi mendut juga berisi cerita-cerita ajaran moral yang biasanya berupa cerita-cerita binatang yang bersumber dari Pancatantra dari India. Cerita tersebut antara lain adalah seekor kura-kura yang diterbangkan oleh dua ekor angsa dan di bawahnya dilukiskan beberpa anal gembala yang seolah-olah mengejek kura-kura tersebut. Oleh karena kura-kura tersebut emosional dalam menanggapi ejekan, maka terlepaslah gigitannya dari tangkai kayu yang dipegang sehingga terjatuh dan mati. Inti ceritanya adalah ajaran tentang sifat kesombongan yang akan mencelakakan diri sendiri.
Arah candi Mendut tidak tepat ke arah barat, tetapi sedikit bergeser ke arah barat laut. Luas bengunan keseluruhan adalah 13,7 x 13,7 meter dan tinggi sampai sebagian atapnya sekitar 26,5 meter.
Candi Nandhi
Salah satu candi di kompleks Candi Prambanan terletak di deretan sebelah timur. Candi ini hanya mempunyai satu tangga masuk yang menghadap ke barat, tepat di depan jalan masuk ke Candi Siwa. Didalam candi ini terdapat patung seekor lembu jantan besar berbaring menghadap ke Candi Siwa. Lembu jantan ini disebut Nandi, yaitu kendaraan Siwa. Pada bagian lain dalam Candi Nandi terdapat pula dua patung, yaitu Dewa Surya, berdiri di atas kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda dan Dewa Candra, berdiri di atas kereta yang ditarik oleh sepuluh ekor kuda.
Candi Pawon
Candi Pawon dipugar tahun 1903. Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa Awu(=abu) mendapat awalan pa dan akhiran an yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti dapur., akan tetapi casparismengartikan perabuan. Penduduk setempat juga menyebutkan candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata Sansekerta Vajra (=halilintar) dan anala (=api). Dengan mitologi India, Dewa Indra digambarkan bersenjatakan vajranala, sehingga apakah ada hubungannya dengan raja Indra seperti yang disebutkan dalam prasasti Karangtengah.
Di dalam bilik candi ini sudah ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (=kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).Letak Candi Pawon ini berada di antara candi Mendut dan candi Barabudur, tepat berjarak 1750 m dari candi Barabudur dan 1150 m dari Candi Mendut.
Candi Watu Gudhig
Watu Gudhig nama candi abad IX M, terletak sekitar 4 km sebelah barat daya Candi Prambanan. Tepatnya di pinggir sebelah timur sungai Opak atau sebelah barat jalan raya Prambanan dangan Piyungan. Nama Watu Gudhig juga merupakan nama baru yang diberikan oleh penduduk setempat karena batu-batu candi (umpak batu) terkena lumut dan warnanya berbintik-bintik sperti penyakit kulit (gudhig). Tidak jelas nama aslinya pada zaman dahulu.

CANDI SUKUH
Sebuah candi yang dibangun pada sekitar abad XV terletak di lereng gunung Lawu di Wilayah Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah . Dari permukaan air laut, ketinggiannya sekitar 910 M. Berhawa sejuk dengan panorama yang indah. Kompleks Situs purbakala Candi Sukuh mudah dicapai dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat, dengan jarak 27 Km dari kota Karanganyar. Situs purbakala Candhi Sukuh ini ditemukan oleh Residen Surakarta “Yohson” ketika masa penjajahan Inggris.
Mulai saat itu banyak kalangan sarjana mengadakan penelitian Candhi Sukuh antara lain Dr. Van der Vlis tahun 1842, Hoepermen diteruskan Verbeek tahun 1889, Knebel tahun 1910, dan sarjana Belanda Dr. WF. Stutterheim. Untuk mencegah kerusakan yang semakin memprihatinkan, Dinas Purbakala setempat pernah merehabilitasi Candi Sukuh pada tahun 1917, sehingga keberadaan Candi Sukuh seperti kondisi yang kita lihat sekarang. Candi Sukuh terdiri tiga tiga trap. Setiap trap terdapat tangga dengan suatu gapura. Gapura-gapura itu amat berbeda bila dibandingkan dengan gapura umumnya candi di Jawa Tengah, apa lagi gapura pada trap pertama. Bentuk bangunannya mirip candi Hindu dipadu dengan unsur budaya asli Indonesia yang nampak begitu kentara, yakni kebudayaan Megaliticum. Trap I Candi Sukuh menghadap ke barat.
Seperti yang sudah diutarakan, trap pertama candi ini terdapat tangga. Bentuk gapuranya amat unik yakni tidak tegak lurus melainkan dibuat miring seperti trapesium, layaknya pylon di Mesir (Pylon : gapura pintu masuk ke tempat suci). Pada sisi gapura sebelah utara terdapat relief “manusia ditelan raksasa” yakni sebuah “sengkalan rumit” yang bisa dibaca “Gapura buta mangan wong “(gapura raksasa memakan mansuia). Gapura dengan karakter 9, buta karakternya 5, mangan karakter 3, dan wong mempunyai karakter 1. Jadi candra sengkala tersebut dapat dibaca 1359 Saka atau tahun 1437 M, menandai selesainya pembangunan gapura pertama ini. Pada sisi selatan gapura terdapat relief raksasa yang berlari sambil menggigit ekor ular. Menurut KC Vrucq, relief ini juga sebuah sangkalan rumit yang bisa dibaca : “Gapura buta anahut buntut “(gapura raksasa menggigit ekor ular), yang bisa di baca tahun 1359 Seperti tahun pada sisi utara gapura.
Menaiki anak tangga dalam lorong gapura terdapat relief yang cukup vulgar. terpahat pada lantai. Relief ini menggambarkan phallus yang berhadapan dengan vagina. Sepintas memang nampak porno, tetapi tidak demikian maksud si pembuat. Sebab tidakmungkin di tempat suci yang merupakan tempat peribadahan terdapat lambang-lambang yang porno. Relief ini mengandung makna yang mendalam. Relief ini mirip lingga-yoni dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Syiwa dengan istrinya (Parwati). Lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Relief tersebut sengaja di pahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief tersebut segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena “suwuk”.
Boleh dikata relief tersebut berfungsi sebagai “suwuk” untuk “ngruwat”, yakni membersihkan segala kotoran yang melekat di hati setiap manusia. Dalam bukunya Candi Sukuh Dan Kidung Sudamala Ki Padmasuminto menerangkan bahwa relief tersebut merupakan sengkalan yang cukup rumit yaitu : “Wiwara Wiyasa Anahut Jalu”. Wiwara artinya gapura yang suci dengan karakter 9, Wiyasa diartikan daerah yang terkena “suwuk” dengan karakter 5, Anahut (mencaplok) dengan karakter 3, Jalu (laki-laki) berkarakter 1. Jadi bisa di temui angka tahun 1359 Saka. Tahun ini sama dengan tahun yang berada di sisi-sisi gapura masuk candhi.
Trap Kedua Trap kedua lebih tinggi daripada trap pertama dengan pelataran yang lebih luas. Gapura kedua ini sudah rusak, dijaga sepasang arca dengan wajah komis. Garapannya kasar dan kaku, mirip arca jaman pra sejarah di Pasemah. Di latar pojok belakang dapat dijumpai seperti jejeran tiga tembok dengan pahatan-pahatan relief, yang disebut relief Pande Besi. Relief sebelah selatan menggambarkan seorang wanita berdiri di depan tungku pemanas besi, kedua tangannya memegang tangkai “ububan”( peralatan mngisi udara pada pande besi). Barangkali maksudnya agar api tungku tetap menyala. Ini menggambarkan berbagai peristiwa sosial yang menonjol pada saat pembangunan candhi sukuh ini.Pada bagian tengah terdapat relief yang menggambarkan Ganesya dengan tangan yang memegang ekor.
Inipun salah satu sengkalan yang rumit pula yang dapat dibaca : Gajah Wiku Anahut Buntut, dapat ditemui dari sengkalan ini tahun tahun 1378 Saka atau tahun 1496 M. Relief pada sebelah utara menggambarkan seorang laki-laki sedang duduk dengan kaki selonjor. Di depannya tergolek senjata-senjata tajam seperti keris, tumbak dan pisau. Trap Ketiga Trap ketiga ini trap tertinggi yang merupakan trap paling suci. Candhi Sukuh memang dibuat bertrap-trap semakin ke belakang semakin tinggi. Berbeda dengan umumnya candhi-candhi di di Jawa Tengah, Candi Sukuh dikatakan menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu diterangkan bahwa bentuk candhi harus bujur sangkar dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang ditengah itulah tempat yang paling suci.
Sedangkan ikwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu, hal tersebut bukanlah suatu yang mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu sudah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori jaman Megalithic, sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini. Karena trap ketiga ini trap paling suci, maka maklumlah bila ada banyak petilasan. Seperti halnya trap pertama dan kedua, pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapa yang terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci” prasejarah jaman Megalithic.

Di sebelah selatan jalan batu, di pada pelataran terdapat fragmen batu yang melukiskan cerita Sudamala. Sudamala adalah salah satu 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut Sudamala, sebab Sadewa telah berhasil “ngruwat” Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil “ngruwat” Bethari Durga yang semula adalah raksasa betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula yakni seorang bidadari.di kayangan dengan nama bethari Uma Sudamala maknanya ialah yang telah berhasil membebaskan kutukan atau yang telah berhasil “ngruwat”.Adapun Cerita Sudamala diambil dari buku Kidung Sudamala. Sejumlah lima adegan yaitu : 1. Relief pertama menggambarkan ketika Dewi Kunti meminta kepada Sadewa agar mau “ngruwat” Bethari Durga namun Sadewa menolak. 2. Relief kedua menggambarkan ketika Bima mengangkat raksasa dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menancapkan kuku “Pancanaka” ke perut raksasa. 3. Relief ketiga menggambarkan ketika Sadewa diikat kedua tangannya diatas pohoh randu alas karena menolak keinginan “ngruwat” sang Bethari Durga. Dan sang Durga mengancam Sadewa dengan sebuah pedang besar di tangnnya untuk memaksa sadewa.. 4. Relief keempat menggambarkan Sadewa berhasil “ngruwat” sang Durga. Sadewa kemudian diperintahkan pergi kepertapaan Prangalas.
Disitu Sadewa menikah dengan Dewi Pradapa 5. Relief kelima menggambarkan ketika Dewi Uma (Durga setelah diruwat Sadewa) berdiri di atas Padmasana. Sadewa beserta panakawan menghaturkan sembah pada sang Dewi Uma. Pada pelataran itu juga dapat ditemui soubasement dengan tinggi 85 cm, luasnya sekitar 96 M². Ada juga obelisk yang menyiratkan cerita Garudeya. Cerita ikwal Garudeya merupakan cerita “ruwatan” pula. Ceritanya sebagai berikut : Garuda mempunyai ibu bernama Winata yang menjadi budak salah seorang madunya yang bernama dewi Kadru. Dewi Winata menjadi budak Kadru karena kalah bertaruh tentang warna ekor kuda uchaiswara. Dewi Kadru menang dalam bertaruh sebab dengan curang dia menyuruh anak-anaknya yang berujud ular naga yang berjumlah seribu menyemburkan bisa-bisanya di ekor kuda uchaiswara sehingga warna ekor kuda berubahhitam Dewi Winata dapat diruwat sang Garuda dengan cara memohon “tirta amerta” (air kehidupan) kepada para dewa.
Demikianlah keterangan menurut kisah adhiparwa.. Pada sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang di dalamnya terdapat arca dengan ukuran yang kecil pula. Menurut mitologi setempat, candi kecil itu merupakan kediaman Kyai Sukuh penguasa ghaib kompleks candi tersebut . Di dekat candi kecil terdapat arca kura-kura yang cukup besar sejumlah tiga ekor sebagai lambang dari dunia bawah yakni dasar gunung Mahameru, juga berkaitan dengan kisah suci agama Hindhu yakni “samudra samtana” yaitu ketika dewa Wisnu menjelma sebagai kura-kura raksasa untuk membantu para dewa-dewa lain mencari air kehidupan (tirta prewita sari). Ada juga arca garuda dua buah berdiri dengan sayap membentang. Salah satu arca garuda itu ada prasasti menandai tahun saka 1363. Juga terdapat prasasti yang menyiratkan bahwa Candi Sukuh dalam candi untuk pengruwatan, yakni prasasti yang diukir di punggung relief sapi.
Sapi tersebut digambarkan sedang menggigit ekornya sendiri dengan kandungan sengkalan rumit : Goh wiku anahut buntut maknanya tahun 1379 Saka. Sengkalan ini makna tahunnya persis sama dengan makna prasasti yang ada di punggung sapi yang artinya kurang lebih demikian : untuk diingat-ingat ketika hendak bersujud di kayangan (puncak gunung), terlebih dahulu agar datang di pemandian suci. Saat itu adalah tahun saka Goh Wiku anahut buntut 1379. Kata yang sama dengan ruwatan di sini yaitu kata : “pawitra” yang artinya pemandian suci. Karena kompleks Candi Sukuh tidak terdapat pemandian atau kolam pemandian maka pawitra dapat diartikan air suci untuk “ngruwat” seperti halnya kata “tirta sunya”. Tempat suci untuk Pengruwatan , seperti yang sudah diutarakan, dengan bukti-bukti relief cerita Sudamala, Garudeya serta prasasti-prasasti, maka dapat di pastikan Candi Sukuh pada jamannya adalah tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ritus) ruwatan. Tetapi dengan melihat adanya relief lingga-yoni di gapura terdepan dan pada bagian atas candhi induk, tentulah candhi Sukuh juga sebagai lambang ucapan sukur masyarakat setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesuburan.yang mereka peroleh Sedangkan dilihat dari bentuk candi yang mirip dengan “punden berundak” tentulah candi ini merupakan tempat pemujaan roh-roh leluhur.
Bukti-bukti bahwa Candi Sukuh merupakan tempat untuk upacara pengruwatan yakni : a. Relief lingga-yoni di gapura pertama selain berfungsi sebagai “suwuk” juga berfungsi untuk “ngruwat” siapa saja yang memasuki candi. b. Relief Sudamala yang menceritakan Sadewa “ngruwat” sang Durga. c. Relief Garudeya yang menggambarkan Garuda “ngruwat” ibunya yang bernama dewi Winata. d. Prasasti tahun 1363 Saka dalam kalimat “babajang maramati setra hanang bango”. e. Prasasti tahun 1379 Saka di punggung lembu yakni kata “pawitra” yang berarti air suci (air untuk pengruwatan). Ikwal upacara “ngruwat” yang dipaparkan di sini sudah barang tentu berbeda dengan upacara ruwatan pada jaman sekarang yang biasanya dilakukan oleh seorang dalang sejati. Yang sering di sebut dalam masyarakat jawa dalang Kandha Buwana.
Dan ada anak yang diruwat pun mempunyai “sukerta” karena posisinya dalam keluarga misalnya: anak ontang-anting, uger-uger lawang, kembang sepasang,kedhana kedhini, sendhang kapit pancuran. Pancuran kapit sendang dan sebagainya; juga karena kebiasaan sehari-hari yang tidak kita sadari misalnya: menjatuhkan “dandang” (tanakan nasi), membuang sampah dari jendela,berjalan seorang diri diwaktu siang hari bolong, atau karena bawaan sejak lahir misalnya gondang-kasih, bungkus, kalung usus; atau karena waktu kelahirannya misalnya julung serap, julung wangi dan sebagainya. Anak-anak yang mempunyai sukerta ini diruwat oleh dalang sejati agar terbebas dari incaran Bethara Kala. Yang dimaksud ruwat di candi Sukuh jelaskah berbeda dengan ruwatan anak-anak sukerta. tersebut diatas, tetapi ruwatan yang melingkupi sebuah masyarakat dan berbagai permasalahan yang melilit kehidupan mereka.
Namun di sini perlu kita cermati keberadaan candhi Sukuh ini yang merupakan tempat peribadahan yang suci yang menjadi saksi atas keta`atan sebuah generasi dan keutuhan sebuah masa yang begitu mengagungkan nilai-nilai kebudayaan dan peribadahan menjadi satu dalam wujud karya yang tiada ternilai harganya, maka picik bagi kita sebagai generasi pewaris bila tak ada niatan dalam hati kita untuk turut berbagi dalam upaya pelestarian nilai-nilai dan kandungan yang tersimpan di dalamnya.